Senin, 25 Februari 2013

CERPEN



Cerpen
Love Street Ciliwung
Karya: Allfadz Malik
Keruhnya air Kali Ciliwiung, Jakarta, menjadi saksi bisu tentang adanya  sebuah keluarga sederhana. Susunan rumah-rumah di pinggir kali menjadi pemandangan utama yang selalu menghiasi pandangan mata. Suasana dipagi hari mengawali aktivitasnya. Seorang anak lelaki yang berjuang untuk hidup dan membahagiakan orang tuanya. “Bu, Eman berangkat dulu ya,Ujar Eman sambil berlari, setelah mencium tangan ibunya. Ya, hati- hati, Nak,” jawab Bu Inah, lantang.
 Eman adalah anak sulung Bu Inah. Eman putus sekolah sejak kelas dua SMP. Sejak ayahnya meninggal setahun yang lalu, kini eman menghabiskan waktu kesehariannya dengan berjualan Koran dilampu merah, dan kadang-kadang membantu pedagang dipasar. Sedangkan, Bu Inah hanya seorang kuli mencuci dikomplek perumahan. Man, Ketika Bapakmu masih ada, Bapak  sangat mengharapkanmu menjadi anak yang berpendidikan. Tentunya bapakmu ingin kamu lebih baik dari kami selaku orang tuamu. Ujar Bu Inah saat menyampaikan pesan Bapak. Tidak apa-apa Bu, Eman senang ko, meski sekarang eman hanya penjual koran. IngsaAllah Bu, Jika memang Allah mengizinkan Eman jadi orang besar kelak, pasti Allah memberikan jalan menuju kesana.Jawab eman dengan optimis.  “Amin.Bu Inah mendo’akan.
 Eman memang tergolong anak yang cerdas, dia sering mendapatkan peringkat kesatu saat sekolahnya dulu. Eman menjawab dengan jawaban seperti itu, untuk menyenangkan hati Ibunya. “Bu inah, memang benar, anakmu Eman putus sekolah?” Tanya majikannya, Iya Bu,Jawab Bu Inah dengan menunduk, “kenapa Bu inah,? kan pemerintah sudah mengratiskan biaya sekolah sekarang ini,”            Ibu majikan mulai prihatin, “iya memang benar, tapi bu, untuk perlengkapan seperti buku LKS, seragam, dan segala macam perlengkapan lainnya saya tidak kuasa untuk membyar semua itu. Hemm, Begitu, betul  juga sih, pemerintah hanya menggratiskan biaya SPP dan Semester saja, sedangkan dibelakang itu masih banyak hal-hal yang perlu mengeluarkan biaya seprti buku LKS  itu.  Ujar majikan Bu Inah dengan menjelaskan.
Bu Inah sebenarnya sangat menginginkan  sekali melihat anaknya Eman memakai seragam sekolahnya, namun, ibarat nasi sudah menjadi bubur.
Koran, koran, Pak, korannya pak? Begitulah bunyi suara Eman saat menghampiri satu persatu pintu mobil dilampu  merah. Dengan suasana hiruk pikuk kota yang sangat ramai. “ Satu de.Ujar pembeli.Iya Pak, silahkan Pak.” Jawab Eman. Sambil memberikan satu koran yang dibeli. “Terimakasih Pak. Ditengah keramaian kota, Eman beristirahat sejenak, duduk dibahu jalan.
 “Alhamdulillah, hari ini Eman menjual banyak koran,  Eman mau beli sayuran dan  ikan ah, utuk dimasak sama ibu.  Ujar Eman dengan bergumam sendiri. Tiba-tiba Eman menegok kearah jalan. Seorang anak kecil yang lepas dari pengawasan orang tuanya, berdiri ditengah jalan. Sedangkan keramaian kendaraan yang melaju cepat.  Tiiid, tiiid, bunyi klakson terdengar ramai. Eman berlari , “awas de,” seketika. Gubrak!” Eman terjatuh kebahu jalan. Anak kecil itu selamat dipangkuan Eman dan langsung menangis.Seketika kedua orangtuanya berlari.Astagfirullah, Ya ampun! kamu tidak apa-apa Nak? Ibu itu serentak menghampiri Eman, dan langsung menggendong anaknya, Maafin ibu Nak! Ibu tadi khilaf.”  Ujar  Ibu dari anak kecil itu. Dengan kepanikan. Kamu tidak apa-apa de?  terimakasih ya, kamu telah menyelamatkan anak kami. ”Ujar bapak dari anak kecil itu. Iya Bu, Pak,  sama-sama.Jawab Eman dengan nafas yang masih terengah-engah. Dengan rasa ikhlas Eman menolong balita itu. Kemudian kedua orangtua anak itu pun mengajak Eman ngobrol.
 Sekitar tiga menit, Eman dan keluarga itu mengobrol dipinggir jalan. Jam menunjukan pukul 02:30 WIB. “Aduh, Bu, Pak, maaf! hari sudah sore, saya harus segera pulang, takut ibu saya dirumah khawatir. Ujar Eman dengan ekpresi terburu-buru meninggalkan tempat itu. “Tunggu de.  Ujar bapak itu, tangannya melambai kearah Eman. Eman seketika berhenti, “ iya pak, saya buru-buru pak!” jawab Eman serentak.Izinkan bapak mengantarmu naik mobil!” Eman terdiam.Ya sudah Pak.Jawab Eman.
 Segera mobil itu melaju menuju rumah Eman. Disepanjang perjalanan Bapak dan Ibu itu melontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan Eman, keluarganya, serta tentang pendidikan yang Eman tempuh. Setelah mereka mengetahui status Eman, yang putus sekolah akibat terhambat Ekonomi keluarga, yang tidak mencukupi. Rasa keprihatinan keluarga itu terpancar dalam raut wajahnya. Pertanyaan demi pertanyaan telah dijawab Eman dengan apa adanya. Tak lama aliran kali ciliwung yang berwarna kuning kehitaman mulai terlihat. Dengan tumpukan sampah yang sudah menjadi ciri khas Kali itu, menjadi pemandangan utama menuju rumah Eman.   “Di depan belok kiri Pak!” Ujar Eman, jari telunjuknya mengarah pada belokan jalan. Mobil pun berhenti seketika. Terlihat beberapa Warga dengan ekpresi heran. Mungkin mereka merasa asing dengan kedatangan sebuah mobil mewah berhenti di depan komplek warga dengan suasana yang memprihatinkan. Sampailah di pemukiman tempat tinggal Eman. Eman Segera keluar dari mobil serentak Eman berlari menuju kedalam menghampiri ibunya, “Assalamuallaikum!Ujar Eman di depan pintu.Waallaikumsalam.”  Kenapa kamu lari-lari Nak.?” Jawab Bu Inah. “ Eman diantar Bapak itu Bu,” Eman menunjuk kearah mobil. Tak lama kemudian Bapak, Ibu, dan satu anaknya juga keluar dari pintu mobil. Seketika berdiri memandang suasana. kedua matanya menyusuri lingkungan yang memprihatinkan itu.
 Bu, selama ini kita selalu bergelimangan harta, tempat yang bersih, baju bagus, dan segala fasilitas hidup kita yang lengkap. Sedangkan disini kita lihat, seolah mereka tidak sama sekali merasakan apa yang kita rasakan saat ini. Akan tetapi  mereka tetap dapat  tersenyum, tertawa, ceria meski keadaan seperti ini.Ujar bapak itu dengan nada yang lembut, merenung seolah mata hatinya terbuka. “Iya pak, mungkin ini saatnya kita membantu.Ujar istrinya menambahkan.
Setelah merenung berdiri sejenak, tiba-tiba. Eman dan Ibunya menyuruh keluarga itu masuk, “maaf Pak, Bapak dan Ibu ini siapa ya?  saya terkejut melihat Eman diantar oleh Bapak dan Ibu. Ujar bu Inah seolah penasaran.Saya Pak Andi, dan ini Istri saya,” dengan menunjuk ke arah Istrinya. Saya Ibu Aisyah.Sambil berjabat tangan keduanya.Oh iya, ini anak kedua kami, namanya Nayla. Pak Andi dan Ibu Aisyah menceritakan kejadian yang baru saja mereka  alami. Bu inah terkejut dan sangat  bersyukur sekali.  Karena Eman dan Anak kecil itu baik-baik saja. “Bu, saya sudah mengetahui semua tentang kehidupan Ibu dan juga Eman. Sepanjang jalan Kami bertanya kepada Eman dan Eman menceritakan semuanya. Oleh karena itu, sebagai balas budi kami sekeluarga, selain kami mengucapkan banyak terimakasih, tapi kami juga berniat untuk membiayai pendidikan Eman sampai jenjang S1.
  Ujar pak Andi, dengan nada bicara yang sangat meyakinkan. “Masya Allah, Subhanalloh, yang benar saja Pak? Apa tidak berlebihan Pak?” Bu Inah seketika terkejut mendengar ucapan Pak Andi.Tidak Bu,  justru itu belum seberapa, dibandingkan nyawa Anak kami yang sangat kami sayangi. Karena Kami tidak mau kehilangan Anak kami yang kedua kalinya. Karena  Anak pertama Kami yaitu   Kesya.  Keysa  meninggal dunia sejak tiga tahun yang lalu.  kejadiannya hampir mirip dengan yang baru saja terjadi sama Nayla tadi. Jadi kami sangat bersyukur sekali. Allah SWT telah mengirimkan Eman untuk menyelamatkan Anak Kami, jadi terimalah bu! kami ikhlas.” Ujar Pak Andi. Setelah menceritakan semua kisah pengalaman hidupnya seputar anak pertamanya. Saat itu, Bu Inah juga merasa terharu mendengarnya. Sedangkan tawaraan itu terus diberikan. Akhirnya Bu Inah menerima dengan hati lapang.  Air mata kesedihan berlinang dimatanaya.  Karena teringat Almarhum Bapak “Man, Inilah jawaban dari Do’a yang selalu kamu panjatkan. Bu inah memeluk tubuh Eman dan mencium kening Eman.  “Alhamdulillah, Allah Maha Bijaksana. Mungkin inilah jalanmu Man,  semoga Allah selalu melindungi keluarga bapak dan ibu ya.Ujar Bu Inah. Dengan Air mata haru menghiasi suasana ruangan sederhana itu. Amin,” jawab Pak Andi dan Bu Aisyah. Tak lama Pak Andi dan keluarganya berpamitan. “Ya sudah Bu, kalau begitu Kami pulang dulu, Besok saya kemari lagi untuk mengurus masalah sekolah Eman, saya akan mendaftarkannya kesekolah terdekat disini.” Ujar Pak andi sambil berpamitan, “Iya pak, sekali lagi kami mengucapkan terimakasih banyak atas jasa bapak ini.” Jawab Bu Inah, “Iya Bu, sama-sama.” Jawab Pak Andi. Kini Bu Inah Dan Eman sangat bersyukur sekali, karena mereka berdua yakin bahwa jika kita berniat untuk melaksanakan sebuah kebaikan, berusaha dan berdo’a, maka pasti Allah SWT memberikan jalannya.
 Hari demi hari, tahun demi tahun terlewati. Kini selama 10 tahun, Eman menempuh pendidikannya itu. Kini Eman telah bergelar Sarjana s1. Dngan lulusan terbaik. Perjalanan hidup Eman dan ibunya kini semakin membaik, Eman sudah bekerja sebagai Manager utama perusahaan swasta di Jakarta. Rumah mewah sudah dimilikinya. Dan tibalah kini saatnya Eman  mencari pasangan hidup. Kemeja yang rapih dan dasi yang dikenakan Eman menjadikan Eman semakin tampan dan gagah. Tak sengaja ketika Eman  sedang berjalan menuju kantin dikantornya.
 Tiba tiba sosok wanita cantik menabrak tubuh Eman dan terjatuh. “Duh, maf Pak.!” Saya tidak sengaja. Seketika Eman memandang wajah cantik berseri itu, menjadikan Eman terpana dalam pandangannya, sejenak terdiam. “ Pak, Bapak tidak apa-apa?” ujar wanita itu. “oh  iya-iya, gak apa-ap kok.” Ujar Eman, salah tingkah.
Mereka mengobrol dikantin dengan akrabnya, dan keduanya saling berkenalan, wanita itu bernama Nayla. Setelah akrab beberapa minggu, mereka menjalin hubungan cinta. Hingga akhirnya Nayla siap untuk dipinang oleh Eman. Ternyata benar dugaan Eman. Nayla adalah sosok wanita yang ketika kecilnya ditolong oleh Eman. Pak Andi dan Ibu Aisyah Sebagai orang tua tidak keberatan untuk merestui hubungan mereka. Tidak menuggu lama segala persiapan-persiapan sudah mulai disediakan dan undangan disebar. Seminggu kemudian.
“Eman, ini sungguh luar biasa, wanita yang kamu pinang adalah Nayla Anak Bapak. Mungkin Sejak kau menyelamatkan Nayla sembilan tahun yang lalu, Allah telah memilihkan Nayla anak bapak untuk kamu.” Ujar Pak andi Saat memeluk tubuh Eman usai akad nikah. “Ah, Bapak Bisa aja!” Mungkin inilah yang dinamakan jodoh Pak.” Jawab Eman dengan senyum bahaginya. Kebahagian keluarga Eman, Bu Inah, Bu Aisyah, Nayla dan Pak Andi, terpancar diraut wajah mereka. Balutan gaun pengantin keduanya yang terlihat serasi menambah suasana menjadi semakin bahagia. Berfoto bersama, keceriaan dan kebahagiaan kini milik mereka. Kini mereka menjadi keluarga besar yang bahagia. Pendidikan adalah modal utama meraih kesuksesan hidup, Tapi kesungguhan dan keyakinan untuk meraihnya adalah motivasi terhebat untuk mencapainya. dan kedermawanan seseorang adalah modal utama meraih keberkahan hidup. Masih adakah sosok seseorang yang mempunyai kedermawanan Seperti Pak Andi di Jakarta?
Sekian...!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar