Cerpen
Love Street
Ciliwung
Karya: Allfadz Malik
Keruhnya air Kali Ciliwiung, Jakarta, menjadi saksi bisu tentang adanya sebuah keluarga sederhana.
Susunan rumah-rumah di pinggir
kali menjadi pemandangan utama yang selalu
menghiasi pandangan mata. Suasana dipagi
hari mengawali aktivitasnya. Seorang anak lelaki yang berjuang untuk hidup dan
membahagiakan orang tuanya. “Bu,
Eman berangkat dulu ya,” Ujar Eman
sambil berlari, setelah mencium tangan ibunya. “Ya, hati-
hati, Nak,”
jawab Bu Inah, lantang.
Eman
adalah anak sulung Bu Inah.
Eman putus sekolah sejak kelas dua SMP. Sejak ayahnya meninggal setahun yang lalu,
kini eman menghabiskan waktu
kesehariannya dengan berjualan Koran dilampu merah, dan kadang-kadang membantu
pedagang dipasar. Sedangkan,
Bu Inah
hanya seorang kuli mencuci dikomplek perumahan. “Man,
Ketika Bapakmu masih ada, Bapak sangat mengharapkanmu
menjadi anak yang berpendidikan. Tentunya
bapakmu ingin kamu lebih baik dari kami selaku orang tuamu.” Ujar Bu
Inah saat menyampaikan pesan Bapak. “Tidak
apa-apa Bu, Eman
senang ko, meski sekarang eman hanya penjual koran.
IngsaAllah Bu, Jika memang Allah mengizinkan Eman jadi orang besar kelak, pasti Allah memberikan jalan
menuju kesana.” Jawab
eman dengan optimis. “Amin.” Bu
Inah mendo’akan.
Eman
memang tergolong anak yang cerdas,
dia sering mendapatkan peringkat kesatu saat sekolahnya dulu. Eman menjawab dengan jawaban seperti itu, untuk menyenangkan hati Ibunya. “Bu inah, memang benar, anakmu Eman
putus sekolah?” Tanya majikannya, “Iya
Bu,”
Jawab Bu
Inah dengan menunduk, “kenapa Bu inah,? kan pemerintah sudah mengratiskan biaya sekolah sekarang ini,” Ibu majikan mulai prihatin, “iya memang benar, tapi bu, untuk perlengkapan seperti buku LKS,
seragam, dan segala macam perlengkapan lainnya saya tidak kuasa untuk
membyar semua itu. ”Hemm, Begitu, betul juga
sih, pemerintah hanya menggratiskan
biaya SPP dan Semester saja, sedangkan dibelakang itu masih banyak hal-hal yang
perlu mengeluarkan biaya seprti buku LKS itu.” Ujar
majikan Bu Inah
dengan menjelaskan.
Bu Inah
sebenarnya sangat menginginkan sekali melihat anaknya
Eman memakai seragam sekolahnya, namun,
ibarat nasi sudah menjadi bubur.
“Koran, koran, Pak, korannya pak? Begitulah bunyi suara Eman saat menghampiri satu persatu pintu mobil dilampu merah.
Dengan suasana hiruk pikuk kota yang
sangat ramai. “ Satu de.” Ujar pembeli. “Iya Pak, silahkan Pak.” Jawab Eman. Sambil
memberikan satu koran yang dibeli. “Terimakasih
Pak.” Ditengah keramaian kota, Eman beristirahat
sejenak, duduk dibahu jalan.
“Alhamdulillah, hari
ini Eman menjual banyak koran, Eman mau beli sayuran dan ikan ah,
utuk dimasak sama ibu.” Ujar
Eman dengan bergumam sendiri.
Tiba-tiba Eman menegok kearah jalan.
Seorang anak kecil yang lepas dari
pengawasan orang tuanya, berdiri ditengah jalan.
Sedangkan keramaian kendaraan yang
melaju cepat. “Tiiid, tiiid,”
bunyi klakson terdengar ramai.
Eman berlari , “awas de,” seketika. “Gubrak!” Eman terjatuh kebahu jalan.
Anak kecil itu selamat dipangkuan Eman dan langsung menangis.”
Seketika kedua orangtuanya berlari. “Astagfirullah, Ya
ampun! kamu tidak apa-apa Nak? Ibu itu serentak
menghampiri Eman, dan langsung menggendong anaknya, “Maafin ibu Nak! Ibu tadi khilaf.”
Ujar Ibu
dari anak kecil itu. Dengan kepanikan.
Kamu tidak apa-apa de? terimakasih ya, kamu telah menyelamatkan anak
kami. ”Ujar bapak dari anak kecil itu.
“Iya Bu,
Pak,
sama-sama.”
Jawab Eman
dengan nafas yang masih terengah-engah. Dengan rasa ikhlas Eman menolong balita
itu. Kemudian kedua orangtua anak itu pun
mengajak Eman ngobrol.
Sekitar
tiga menit, Eman dan
keluarga itu mengobrol dipinggir
jalan. Jam menunjukan pukul 02:30 WIB. “Aduh, Bu, Pak, maaf! hari sudah sore, saya
harus segera pulang, takut ibu saya dirumah khawatir.” Ujar Eman
dengan ekpresi terburu-buru meninggalkan tempat itu. “Tunggu de.” Ujar bapak itu, tangannya melambai kearah Eman. Eman seketika berhenti, “ iya pak, saya buru-buru
pak!” jawab Eman serentak. “Izinkan
bapak mengantarmu naik mobil!” Eman terdiam. “Ya sudah Pak.” Jawab Eman.
Segera mobil itu melaju menuju rumah Eman. Disepanjang perjalanan Bapak dan Ibu itu melontarkan pertanyaan-pertanyaan
seputar kehidupan Eman, keluarganya, serta tentang
pendidikan yang Eman tempuh. Setelah mereka
mengetahui status Eman,
yang putus sekolah akibat terhambat Ekonomi
keluarga, yang tidak mencukupi. Rasa
keprihatinan keluarga itu terpancar dalam raut wajahnya.
Pertanyaan demi pertanyaan telah
dijawab Eman dengan apa adanya. Tak lama aliran
kali ciliwung yang berwarna kuning kehitaman mulai terlihat.
Dengan tumpukan sampah yang sudah
menjadi ciri khas Kali itu, menjadi pemandangan utama menuju rumah Eman. “Di depan belok kiri Pak!” Ujar Eman, jari telunjuknya mengarah pada
belokan jalan. Mobil pun berhenti seketika.
Terlihat beberapa Warga dengan ekpresi heran. Mungkin mereka merasa asing dengan
kedatangan sebuah mobil mewah berhenti di depan komplek warga dengan suasana yang memprihatinkan. Sampailah di
pemukiman tempat tinggal Eman. Eman Segera
keluar dari mobil serentak Eman berlari menuju kedalam
menghampiri ibunya, “Assalamuallaikum!” Ujar Eman
di depan pintu. “Wa’allaikumsalam.”
Kenapa kamu lari-lari Nak.?” Jawab Bu Inah.
“ Eman diantar Bapak itu Bu,” Eman menunjuk kearah mobil. Tak lama
kemudian Bapak, Ibu, dan satu anaknya
juga keluar dari pintu mobil. Seketika
berdiri memandang suasana. kedua matanya
menyusuri lingkungan yang memprihatinkan itu.
“Bu,
selama ini kita selalu bergelimangan harta,
tempat yang bersih, baju bagus, dan segala fasilitas hidup kita
yang lengkap. Sedangkan disini kita lihat,
seolah mereka tidak sama sekali
merasakan apa yang kita rasakan saat ini. Akan tetapi mereka tetap dapat tersenyum, tertawa, ceria meski keadaan
seperti ini.” Ujar
bapak itu dengan nada yang lembut, merenung seolah mata hatinya terbuka. “Iya pak, mungkin ini saatnya kita membantu.” Ujar istrinya menambahkan.
Setelah merenung berdiri sejenak, tiba-tiba. Eman
dan Ibunya menyuruh keluarga itu masuk,
“maaf Pak, Bapak
dan Ibu ini siapa ya? saya terkejut melihat Eman diantar oleh Bapak
dan Ibu.” Ujar bu Inah seolah penasaran. “Saya Pak
Andi, dan ini Istri saya,” dengan menunjuk ke arah Istrinya. “Saya
Ibu Aisyah.” Sambil berjabat tangan keduanya. “Oh iya, ini anak kedua kami, namanya
Nayla. Pak Andi dan Ibu Aisyah menceritakan kejadian yang
baru saja mereka alami.
Bu inah terkejut dan sangat bersyukur sekali. Karena
Eman dan Anak kecil itu baik-baik saja. “Bu, saya sudah mengetahui semua tentang kehidupan Ibu dan juga Eman. Sepanjang
jalan Kami bertanya
kepada Eman dan Eman
menceritakan semuanya. Oleh karena itu, sebagai balas budi
kami sekeluarga, selain kami mengucapkan banyak terimakasih, tapi kami juga
berniat untuk membiayai pendidikan Eman sampai jenjang S1.”
Ujar pak
Andi,
dengan nada bicara yang sangat meyakinkan. “Masya Allah, Subhanalloh, yang benar saja Pak? Apa tidak berlebihan Pak?” Bu Inah seketika terkejut mendengar
ucapan Pak Andi. “Tidak Bu, justru itu belum seberapa, dibandingkan nyawa Anak kami yang sangat kami sayangi. Karena Kami tidak mau kehilangan Anak kami yang kedua kalinya. Karena Anak
pertama Kami yaitu Kesya. Keysa meninggal
dunia sejak tiga tahun yang lalu. kejadiannya hampir mirip dengan yang baru saja
terjadi sama Nayla tadi.
Jadi kami sangat bersyukur sekali.
Allah SWT telah mengirimkan Eman untuk menyelamatkan Anak Kami, jadi terimalah bu! kami ikhlas.” Ujar Pak
Andi. Setelah
menceritakan semua kisah pengalaman hidupnya seputar anak pertamanya. Saat itu,
Bu Inah
juga merasa terharu mendengarnya. Sedangkan
tawaraan itu terus diberikan. Akhirnya
Bu Inah
menerima dengan hati lapang. Air mata kesedihan berlinang dimatanaya. Karena
teringat Almarhum Bapak “Man, Inilah
jawaban dari Do’a yang selalu kamu panjatkan.” Bu inah memeluk tubuh Eman dan mencium kening Eman.
“Alhamdulillah,
Allah Maha Bijaksana. Mungkin inilah jalanmu Man, semoga Allah selalu melindungi keluarga bapak
dan ibu ya.” Ujar
Bu Inah.
Dengan Air mata haru menghiasi suasana ruangan sederhana itu.
“Amin,” jawab Pak Andi dan Bu Aisyah. Tak lama Pak Andi dan keluarganya berpamitan. “Ya sudah
Bu, kalau begitu Kami pulang dulu, Besok saya kemari lagi untuk mengurus
masalah sekolah Eman, saya akan mendaftarkannya kesekolah terdekat disini.”
Ujar Pak andi sambil berpamitan, “Iya pak, sekali lagi kami mengucapkan
terimakasih banyak atas jasa bapak ini.” Jawab Bu Inah, “Iya Bu, sama-sama.”
Jawab Pak Andi. Kini Bu Inah Dan Eman sangat bersyukur sekali, karena mereka
berdua yakin bahwa jika kita berniat untuk melaksanakan sebuah kebaikan,
berusaha dan berdo’a, maka pasti Allah SWT memberikan jalannya.
Hari demi hari, tahun demi tahun terlewati. Kini
selama 10 tahun, Eman menempuh pendidikannya itu. Kini Eman telah bergelar Sarjana
s1. Dngan lulusan terbaik. Perjalanan hidup Eman dan ibunya kini semakin membaik,
Eman sudah bekerja sebagai Manager utama perusahaan swasta di Jakarta. Rumah
mewah sudah dimilikinya. Dan tibalah kini saatnya Eman mencari pasangan hidup. Kemeja yang rapih dan
dasi yang dikenakan Eman menjadikan Eman semakin tampan dan gagah. Tak sengaja
ketika Eman sedang berjalan menuju
kantin dikantornya.
Tiba tiba sosok wanita cantik menabrak tubuh Eman
dan terjatuh. “Duh, maf Pak.!” Saya tidak sengaja. Seketika Eman memandang
wajah cantik berseri itu, menjadikan Eman terpana dalam pandangannya, sejenak
terdiam. “ Pak, Bapak tidak apa-apa?” ujar wanita itu. “oh iya-iya, gak apa-ap kok.” Ujar Eman, salah
tingkah.
Mereka
mengobrol dikantin dengan akrabnya, dan keduanya saling berkenalan, wanita itu
bernama Nayla. Setelah akrab beberapa minggu, mereka menjalin hubungan cinta. Hingga
akhirnya Nayla siap untuk dipinang oleh Eman. Ternyata benar dugaan Eman. Nayla
adalah sosok wanita yang ketika kecilnya ditolong oleh Eman. Pak Andi dan Ibu
Aisyah Sebagai orang tua tidak keberatan untuk merestui hubungan mereka. Tidak
menuggu lama segala persiapan-persiapan sudah mulai disediakan dan undangan disebar.
Seminggu kemudian.
“Eman, ini
sungguh luar biasa, wanita yang kamu pinang adalah Nayla Anak Bapak. Mungkin
Sejak kau menyelamatkan Nayla sembilan tahun yang lalu, Allah telah memilihkan
Nayla anak bapak untuk kamu.” Ujar Pak andi Saat memeluk tubuh Eman usai akad
nikah. “Ah, Bapak Bisa aja!” Mungkin inilah yang dinamakan jodoh Pak.” Jawab
Eman dengan senyum bahaginya. Kebahagian keluarga Eman, Bu Inah, Bu Aisyah,
Nayla dan Pak Andi, terpancar diraut wajah mereka. Balutan gaun pengantin
keduanya yang terlihat serasi menambah suasana menjadi semakin bahagia. Berfoto
bersama, keceriaan dan kebahagiaan kini milik mereka. Kini mereka menjadi
keluarga besar yang bahagia. Pendidikan adalah modal utama meraih kesuksesan
hidup, Tapi kesungguhan dan keyakinan untuk meraihnya adalah motivasi terhebat
untuk mencapainya. dan kedermawanan seseorang adalah modal utama meraih
keberkahan hidup. Masih adakah sosok seseorang yang mempunyai kedermawanan
Seperti Pak Andi di Jakarta?
Sekian...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar